Dalam Doaku
dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang
semalaman
tak memejamkan mata, yang meluas bening
siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening
karena akan menerima suara-suara
ketika matahari mengambang tenang di atas kepala,
dalam
doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau
senantiasa,
yang tak henti-hentinya mengajukan
pertanyaan muskil kepada angin yang mendesau
entah dari mana
dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja
yang mengibas-ngibaskan bulunya dalam gerimis, yang
hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga
jambu,
yang tiba-tiba gelisah dan terbang lalu hinggap
di dahan pohon mangga itu
maghrib ini di dalam doaku
kau menjelma
angin yang turun sangat pelahan dari nun di sana,
bersijingkat di jalan kecil itu, menyusup di
celah-celah jendela dan pintu,
dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya di
rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku
dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku, yang
dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang
entah batasnya, yang setia mengusut rahasia demi rahasia,
yang tak putus-putusnya bernyanyi
bagi kehidupanku
aku mencintaimu, itu sebabnya aku takkan pernah
selesai
mendoakan keselamatanmu
1989
(analisis yang terinspirasi dari kamu sejukku. Kau selalu didalam doaku)
Analisis Stilistika (gaya bahasa) puisi Dalam Doaku karya Sapardi Djoko Damono
Bela Yusti Suryani | K-PBSI 2012 | Universitas negeri Yogyakarta
Unsur Leksikal dalam puisi “Dalam
Doaku”:
1.
Pilihan Kata
2.
Jenis Kata
3.
Bunyi
A.
Pilihan Kata
Pilihan
kata yang terdapat dalam puisi “Dalam Doaku” karya Sapardi Djoko Damaono
meliputi:
·
Kata-kata yang digunakan sebagian besar
merupakan kata-kata yang sederhana dan sering kita dengar dalam kehidupan
sehari-hari. Sehingga jika dilihat kata per kata kita mengerti maknanya.
·
Hanya ada beberapa kata saja yang sulit atau
jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dalam puisi ini yaitu penggunaan
kata muskil, mendesau, nun,
bersijingkat, dan bersitahan.
Sapardi
lebih memilih kata muskil untuk
menunjukkan sesuatu yang sukar, sulit, maupun pelik;
Menurut
KBBI offline desau berarti suara
dedaunan yang tertimpa gerimis atau hujan.Sapardi memilih kata mendesau untuk menggambarkan suara yang
angin yang berhembus perlahan namun memiliki suara seperti dedaunan yang
tertimpa hujan.
Nun digunakan untuk menunjuk pada
sesuatu yang jauh disana dan digunakan oleh Sapardi untuk menunjuk dan
mempertegas pada hal yang benar-benar jauh darinya. Kata itu terdapat pada baris “Kau menjelma angin yang turun
sangat perlahan dari nun disana”.
Kata bersijingkat tidak ada dalam KBBI.
Yang ada adalah ‘berjingkat’ dengan kata dasar ‘jingkat’ yang berarti berjalan
dengan ujung jari kaki. Akan tetapi disini Sapardi memberikan sisipan ‘si’
didalamnya untuk memberikan efek estetis pada bunyi yang akan dihasilkan kata
tersebut.
Bersitahan sama halnya dengan
bersijingkat, yang ada dalam kamus adalah ‘bertahan’ dengan kata dasar tahan
yang berarti tetap pada tempatnya atau tidak beranjak. Oleh Sapardi kata ini
juga diberi sisipan ‘si’ dengan maksud memperindah bunyi.
·
Dalam puisi ini Sapardi menggunakan kata-kata
yang menggambarkan waktu dan hadir hampir disemua baitnya. Kata-kata tersebut
adalah subuh, sore, maghrib, dan malam. Sedangkan untuk siang Sapardi tidak langsung
menunjuknya dengan kata siang melainkan melalui sebuah baris yang berbunyi
‘ketika matahari mengambang tenang diatas kepala’. Kalimat tersebut merujuk
pada waktu matahari sedang tepat diatas kepala kita dan itu adalah siang hari.
·
Selain itu banyak dipakai kata-kata yang
berkaitan dengan alam dan kata-kata yang memberikan efek meditasi atau efek
perenungan seperti: langit, cahaya, malam, matahari, angin, gerimis,
·
Kata-kata benda sederhana yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari: suara-suara, bulu bunga jambu, pucuk-pucuk cemara,
ranting, pohin mangga, jendela, pintu, pipi, bibir, rambut, dahi, bulu-bulu
mataku
·
Kata-kata berefek meditasi, perenungan, maupun
sakral: dalam doaku, bening, hening, hijau, mendesau, muskil, burung gereja,
gelisah, menjelma, denyut jantung, rasa sakit,
B.
Jenis Kata
No
|
Jenis Kata
|
Contoh
|
Jumlah Kata
|
Prosentase
|
1
|
Kata
Benda
|
Doaku, ranting, angin
|
54
|
33,33%
|
2
|
Kata
Kerja
|
Menjelma, bersijingkat
|
29
|
17,90%
|
3
|
Kata
Sifat
|
Gelisah, muskil
|
9
|
5,55%
|
4
|
Kata
bilangan
|
Seekor, pertama
|
2
|
1,23%
|
5
|
Kata
tugas
|
Yang, di, kepada
|
40
|
24,7%
|
6
|
Kata
Ganti
|
Ini, itu, kau, aku,
|
15
|
9,25%
|
7
|
Kata
Keterangan
|
Tiba-tiba, sangat, entah
|
13
|
8,02%
|
|
|
jumlah
|
162
|
100%
|
C.
Bunyi
Rima:
·
Asonansi
(pengulangan vokal)
Secara
umum asonansi yang ada menunjukkan banyaknya pengulangan bunyi vokal ‘a’. Di
bait pertama dan kedua, 80% vokal yang dipakai adalah ‘a’ pada akhir kata, baru
diikuti bunyi vokal ‘u’ dan ‘i’.
Dibait-bait
selanjutnya prosentase bunyi vokal ‘a’, ‘i’, dan ‘u’ berimbang dan acak
sehingga asonansi menunjukkan ketidak teraturannya.
Dari
keenam bait puisi ini, lima bait didominasi bunyi vokal ‘a’ sedangkan bait
terakhir atau bait keenam yang lebih dominan bunyinya adalah vokal ‘u’.
·
Aliterasi (pengulangan konsonan)
Mayoritas
konsonan yang diulang adalah konsonan d, k, m, n, y yang menimbulkan efek
penegasan.
D.
Kata konkret
Kata
atau kalimat dalam puisi ini yang menggambarkan keseluruhan isi puisi adalah
bait terakhir dari puisi ini yang berbunyi:
aku
mencintaimu, itu sebabnya aku takkan pernah selesai
mendoakan
keselamatanmu
Dalam bait diatas kalimat ‘aku mencintaimu’ merupakan
kesimpulan perasaan penyair dari sanjungan-sanjungannya pada apa atau siapa
yang disebut ‘kau’ oleh penyair. Sanjungan-sanjungan itu dicerminkan dalam
segala hal yang jernih, yang sejuk, yang indah, yang manja atau manis, dan yang
kuat di kelima bait diatasnya.
Kalimat ‘itu sebabnya aku takkan pernah
selesai mendoakan kesalamatanmu’. Penyair mengatakan tak pernah selesai karena
di lima bait diatas dikatakan dari subuh, siang, sore, magrib, hingga malam dan
nanti akan kembali ke pagi atau subuh lagi dalam setiap doa-doa si penyair
selalu ada doa untuk yang ia sebut ‘kau’ atau ‘mu’ yang merujuk pada orang yang
dicintainya. Dan doa yang selalu dipanjatkan untuk orang yang dicintainya dalam
doa-doa si penyair adalah doa keselamatan.
Unsur
Grammatikal
1.
Kompleksitas Kalimat
2.
Jenis Kalimat
1.
Kompleksitas Kalimat
Secara
kompleksitas kalimat, puisi ‘Dalam Doaku’ ini mempunyai stuktur kalimat yang panjang, kompleks, serta selalu didahului
dengan klausa keterangan waktu. Struktur kalimat yang panjang dan kompleks
diperlihatkan oleh tiap bait yang merupakan satu rangkaian kalimat yang terdiri
antara tiga hingga empat klausa panjang yang merupakan kalimat majemuk bertingkat.
Selain itu setiap bait (awal kalimat) selalu didahului keterangan waktu dan
kemudian baru diikuti subjek. Contoh pada bait pertama:
dalam
doaku subuh ini kau menjelma langit yang semalaman
keterangan S P O
tak
memejamkan mata, yang meluas bening
siap
menerima cahaya pertama, yang melengkung hening
karena
akan menerima suara-suara
Bait
tersebut terdiri dari kalimat majemuk
bertingkat dimana didalam objek kalimat induk terdapat tiga klausa objek.
Selain
itu keterkaitan antarkalimat yang dalam konteks puisi ini juga bisa dikatakan
antarbait adalah dalam setiap kalimat induk terdapat keterangan dalam doaku dengan berbagai variasainya
serta tiap bait menggambarkan alur rangkaian waktu melalui diksi yang dipilih
yaitu subuh, ketika
matahari mengambang tenang di atas kepala (siang hari), sore, maghrib, serta malam.
2.
Jenis Kalimat
Jenis
kalimat yang ada sebagian besar adalah kalimat
mayor karena memiliki inti atau pusat kalimat dua atau lebih. Dalam puisi
ini justru tidak ditemui kalimat-kalimat minor yang biasanya terdapat dalam
puisi kebanyakan.
Selain
itu mayoritas adalah kalimat aktif yang ditunjukkan oleh kata kerja-kata kerja
berawalan me-.
Sarana retoris
1.
Permajasan
2.
Pencitraan
3.
Penyiasatan Struktur
1.
Permajasan
Sebagian besar permajasan yang ada adalah majas Alegori. Alegori adalah suatu majas
untuk menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan, atau penggambaran. Yang
dilukiskan dalam puisi ini adalah sosok ‘kau’ yang dicintai oleh si penyair,
dimana sosok tersebut ‘menjelma langit
yang semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening siap menerima cahaya
pertama, yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara’ atau ‘menjelma angin yang turun sangat pelahan
dari nun di sana, bersijingkat di jalan kecil itu, menyusup di celah-celah
jendela dan pintu, dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya di rambut, dahi,
dan bulu-bulu mataku’. Majas ini ada dibait pertama hingga ke lima.
Majas sintesa
(ungkapan rasa suatu indra yang diungkapkan dengan indra lain) :
·
menerima cahaya pertama è seharusnya indra
penglihatan
·
menerima suara-suara è
seharusnya indra pendengaran
Majas Depersonifikasi
(menjadikan persona sebagai benda tak bernyawa) dan Personifikasi (Perilaku manusia yang diterapkan bukan pada manusia)
·
kau menjelma langit yang semalaman tak memejamkan
mata
·
kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang
hijau senantiasa, yang tak
henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil kepada angin
·
kau menjelma angin yang turun sangat
perlahan dari nun disana, bersisjingkat
di jalan kecil itu, menyusup diselah-selah
jendela dan pintu, dan menyentuh-nyentuhkan
pipi dan bibirnya di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku
Majas repetisi diungkapkan
dalam frasa ‘dalam doaku’ yang selalu muncul ditiap bait.
Majas Pleonasme (menyatakan suatu hal dua kali agar lebih jelas, tetapi
yang pertama adalah penyimpul kedua) terdapat dalam bait terkhir yaitu ‘aku mencintaimu itu sebabnya kau takkan
pernah selesai mendoakan kes’lamatanmu’.
2.
Pencitraan
·
Citraan penglihatan : menjelma
·
Citraan pendengaran : mendesau, bernyanyi
·
Citraan taktil (oleh indra peraba) : menyentuh-nyentuhkan, bersitahan
· Citraan gerak :menerima,
memejamkan, mengambang, mengibas-ngibaskan, hinggap, menggugurkan,
turun,bersijingkat, menyusup,
3.
Penyiasatan struktur
·
Repetisi yang dilakukan dalam tiap bait yaitu
frasa ‘dalam doaku’, kata menjelma, kata yang, kata ini, kata kau dalam tiap
bait puisi ini.