Sabtu, 16 Agustus 2014

Lidah Ibu: Warung Kopi Citarasa Rumah [kuliner]

Salah satu sudut Lidah Ibu/ *dok. pribadi


Hallo man teman. Sambil nunggu bufferingan desain mending sambil nulis kali ya. Kayaknya enak nih review kuliner dikit. This time mau ngebahas tempat nongkrong yang cozy di Jogja nih, termasuk tempat dimana aku saat ini menulis.
Ya, empat tahun di Jogja akhirnya jadi latah juga ikut-ikutan hobi nongkrong. Buat para tersangka yang membuat aku jadi hobi nongkrong, tanggung jawab kalian! Hehe. Nongkrong nggak harus mahal, ya walaupun sekali-kali pernahlah nggak sengaja dapat tempat yang harganya diatas rata-rata. Hehe. Biasalah anak kos harus pintar-pintar cari tempat makan murah tapi enak. Jadi biasanya sebelum nongkrong tanya-tanya dulu ke teman yang pernah masuk ke tempat tersebut atau nyari-nyari info di Mbah Gugel.
Aku sendiri bisa nongkrong di tempat yang murah abis sampai yang 'lumayan' mahal. Burjoan-sering, angkringan-sering juga, cafe-pernah lah, warung kopi-sering dan jenis ini nih yang kadang menjebak, restoran mahal-iya, tapi ditraktir. Haha. Ya begitulah, ini nih konkrit tempat-tampatnya bakalan aku sebutin. Ada 4 warung burjo (yang nggak jual burjo) di sekitaran UNY, pokoknya di dekat FBS sama di karangmalang (tapi nggak apal namanya dan sering ngasih nama sendiri). Spesial Sambal, Warung Steak, Ngudi Rejeki, Ayam Penyet Suroboyo, Lesehan Aldan, Ayam Cobek Prabowo, Seafood Annisa dekat Sanata Dharma, Kedai Ngapak, Warung Inyong, Lumpia Boom (itu kategori tempat makan harga terjangkau yang bisa didatengin sama keluarga). Next Dixie pasta (itu isinya menu-menu barat semua). Sejenis warung kopi: Grisse (favorit aku, coklatnya mantap), Mato, Nagata, Cuppajjo, B'jong, Blandongan Kafe, Semesta, English coffe, Djendelo Koffie, Greek Coffe, dan ini tempat baru yang sedang aku 'jajal' Warung Kopi Lidah Ibu.

Warkop Lidah Ibu yang bakalan aku kupas sekarang, yang lain besok-besok ya. Hehe

Warkop Lidah Ibu ada di daerah dekat Sanata Dharma dan Atma Jaya. Kalau dilihat dari nama sih cocoknya jadi nama rumah makan keluarga gitu, eh tapi setelah sampai tempatnya ternyata warung kopi yang cozy juga buat nongkrong bebarengan ataupun yang pengen sendiri dan mengerjakan tugas atau juga buat yang ingin berdua-duaan. Nggak terlalu gede dan hanya ada beberapa set bangku (mungkin 15 set), mungkin itu yang membuat Lidah Ibu nggak terlalu crowded jadi walaupun kita datang sendirian tempatnya nggak terlalu 'horor', dan kalau kita ngerjain tugas tetap masih nyaman. Disambut cahaya neon yang remang-remang, pagar bambu dan dua set kursi kayu bercat putih. Simple but sweet. Masuk ke dalam ada kursi-kursi bambu yang enank buat teman-teman yang datang rombongan. Tempatnya fresh, banyak angin mengalir. Pertama masuk juga disambut kata-kata yang unik di black board mini yang ditaruh di tengah pintu masuk. Dari tatanan tempat pokoknya cozy buat segala tujuan. Selain itu ada juga book corner disana yang bisa dipinjam dan dibaca-baca.

Menu Lidah Ibu lumayan variatif, dari cemilan sampai makanan berat, dan minumnya lumayan lengkap lah. Makanan berat ada nasi goreng, penyetan, dan mie. Cemilannya ada pisang (goreng-bakar), roti bakar, kentang goreng-terong goreng. Minumnya ada kopi, teh, susu, coklat, dan beberapa lainnya. Harganya terjangkau, ada di kisaran 4,5ribu sampai 15ribu. Buka dari jam 15.00-01.00.

Rasa dari menunya buat aku termasuk kategori enak. Kalau dinilai dari 10-100, aku kasih nilai 89. Why? Awalnya mau ngasih nilai 90 dari menu yang tersaji di atas meja. Hari ini aku memesan menu terong krispi, cokelat panas, dan mie goreng, sedangkan temanku cukup dengan nasi goreng ayam dan et tehnya. Terong krispinya paling lezat diantara terong krispi yang pernah aku coba sebelum-sebelumnya, mie goreng sama nasi goreng rasanya hampir sama dan enak, tehnya benar-benar rasa teh (bukan air gula kaya di tempat makan kebanyakan), tapi sayangnya cokelat panasnya masih belum bisa ngalahin cokelat panas Grisse. Maklum, aku lagi doyan banget sama cokelat panas, jadi dimanapun tempat yang menyediakan cokelat panas pasti aku coba. Walhasil tetap Grisse juaranya (juara 2 sih sebenarnya, katanya di Legend cafe lebih enak, tapi belum nyoba). Cokelat panas di Lidah Ibu terlalu encer dan rasanya menurutku hampir sama kaya Delfi Hot Chocolate sachet.

Yah mungkin itu dulu. Semoga menambah referensi kuliner dan tempat nongkrong di Jogja :)
I recomended it!
Binyang 4,5
Oh iya, Tempatnya Free Wifi lho :D

Senin, 11 Agustus 2014

Tahun kedua tentangmu [a chapter]


Aku bukan tak tahu tahu kemana alamat rindu ini

Aku tahu persis kemana tujuannya

Tak berubah, tetap sama dengan saat itu
Meskipun kadang terbawa angin kedalam pusaran badai atau melintasi gurun, namun ia tetap kembali pada arah tujuannya
Hanya saja sekarang aku takut untuk menerbangkannya
Sayapnya terluka dalam penantian yang sia-sia
Kini aku tak mungkin menyembuhkan semua luka itu agar rinduku tak lagi berusaha terbang kembali menemuimu
Tidak, setelah jatuh bangun ia mengendalikan diri agar tak meledak dan membuatku gila



*)12 Agustus 2014
Tahun kedua tentangmu

Minggu, 10 Agustus 2014

Buku ke-3 Siklus Warisan Eragon: Brisingr [Review]

Setelah lama tidak menulis, penyakitnya pasti selalu banyak hal menumpuk yang ingin dituliskan. Heh, baiklah. Pelan-pelan dan satu persatu dulu :)

Kali ini tentang satu novel fantasi yang baru saja aku selesaikan :)

BRISINGR!



Ya, buku ketiga dati siklus empat warisan Eragon. Bisa dibilang aku sudah agak lupa bagaiman detailnya buku pertama dan kedua (Eragon dan Eldest) karena sudah lebih dari tiga tahun lalu aku membacanya dari buku pinjaman dan tak bisa membaca ulang. Peminat Eragon memang tak sebanyak peminat Harry Potter. Tapi untukku novel ini tetaplah menjadi novel fantasi yang harus aku khatamkan membacanya. Hehe. Brisingr yang aku beli ini merupakan buku cetakan keempat, dicetak pada tahun 2012 (dan aku baru memberinya di tahun 2014). Aku memutuskan membeli karena tidak ada teman yang memiliki buku ini, jadilah aku harus membelinya sendiri. Setelah sekian lama akhirnya aku mampu membeli kelanjutan novel yang aku baca itu dengan susah payah menabung, menyisihkan uang disela-sela kebutuhan kuliah dan dengan semangat mengoleksi novel :)


Setelah sekian lama banyak hal yang tak bisa kuingat dalam dua buku sebelumnya, tapi pada ininya aku masih ingat bahwa Eragon dan Saphira akhirnya melawan saudaranya sendiri yaitu Murtagh dan Si Naga Merah Thorn. Dalam Brisingr diceritakan bagaimana kelanjutan kaum Varden dan Eragon serta seluruh penduduk Alagaesia berjuang. Kaum Varden kini dipimpin Nasuada karena Ajihad, ayahnya telah tewas terbunuh.Dengan kemampuan yang dimilikinya Nasuada berusaha untuk memimpin Varden seperti ketika ayahnya memimpin. Nasuada dibantu oleh Jordmund, penasehatnya dan Raja Orin dari Sudra. Di buku ke tiga ini Eragon juga memiliki misi khusus di tengah-tengah kaum kurcaci untuk mempercepat pemilihan raja baru mereka (raja lama juga tewas di pertempuran Farthen Dur) dan memastikan keberpihakan kaum kurcaci untuk Varden melawan Gallbatorix. Selain itu di tanah kamu kurcaci, Saphira juga berusaha untuk menepati janjinya memperbaiki Isidhar Mithrim, Bintang Mawar kebanggaan kaum kurcaci yang hancur saat pertempuran melawan para urgal dan tentara Gallbatorix.

Kini kaum Urgal sudah berjuang bersama kaum Varden, Ratu Elf Islanzadi sedang pergi ke sebuah tempat untuk juga mencari cara menghancurkan Gallbatorix, dan Eragon berjuang mendapatkan dukungan dari kaum Kurcaci. Sebelum itu Eragon dan Roran juga berada dalam sebuah perjalanan mengerikan menuju Helgrind untuk menyelamat Katrina (dan Sloan, namun akhirnya disembunyikan Eragon di du Welden Varden sehingga Katrina dan Roran mengira Sloan sudah meninggal). Eragon akhirnya sukses mendapatkan dukungan kaum Kurcaci dan Orik (saudara angkatnya) yang kemudian menjadi Raja kaum Kurcaci, Saphira berhasil memperbaiki Isidar Mithrim, Roran berhasil membuktikan kehebatannya memimpin kaum Varden untuk bergerilya melawan tentara Galbatorix, dan Arya selalu membantu Eragon. Dalam buku ini muncul 12 Elf (dipimpin Bloodghram) yang dikirimkan Islanzadi untuk membantu Eragon. Selain itu Eragon juga memaksa Nasuada untuk mengizinkannya ke du Weldenvarden untuk menuntaskan belajarnya dengan Oromis dan Glaedr. Di du Weldenvarden akhirnya Eragon memiliki pedang penunggang lagi setelah Zar'roc dirampas Murtagh. Pedang baru Eragon ia beri nama Brisingr (api-dalam bahasa kuno). Brisingr memiliki keunikan sendiri. Dalam prosesnya Rhunon (penempa pedang penunggang terbaik dari kaum Elf) yang sudah berjanji tidak akan menempa pedang lagi akhirnya mengerjakan pedang tersebut menggunakan badan Eragon yang pikirannya dikendalikan olehnya. Setelah jadi setiap Eragon menyebutkan nama pedang itu-tanpa bermaksud mengeluarkan sihir- selalu keluar kilatan api biru dari Brisingr. Itulah keistimewaan dari pedang Eragon yang kini berwarna biru, sama seperti sisik Saphira.



Akhir dari buku tersebut adalah Oromis dan Glaedr keluar dari persembunyiannya untuk melawan langsung Gallbatorix karena merasa Eragon telah cukup mendapatkan ilmunya dan setelah mewarisi Eldunari -jantund dari jantung- milik Glaedr yang memiliki banyak memoro dan pengalaman Oromis dan Glaedr. Selama Eragon membantu kaum Varden menyerang Feinster yang semula telah diduduki tentara Gallbatorix, Oromis melawan Murtagh di Urubaen. Gallbatorix hadir melalui raga Murtagh melawan Oromis dan akhirnya Oromis dan Glaedr tewas.

Itulah akhir dari buku ketiga ini. Buku setebal 850 halaman ini menyajikan 'kegelapan' yang semakin dirasakan di Alagaesia. Semua ras merasakan kekejaman Gallbatorix. Akan tetapi selama aku membaca 850 halaman ini,alur yang terjadi terlalu monoton. Semua terkesan teknis dan perdebatan-perdebatan menjemukan dalam peperangan. Strategi yang juga terlalu teknis namun masih kurang motivasi dan alasan dibalik tindakan yang terjadi. Suspend konflik yang ada tidak se-tarik-ulur buku-buku sebelumnya. Barulah pada halaman 689 akhirnya aku bisa mendadak berhenti membaca dan benar-benar terbawa masuk dalam diri Eragon. Saat akhirnya Eragon tahu bahwa ayahnya adalah, BROM. Ada perasaan bahagia dan lega yang ikut mengalir mengetahui 'kenyataan' itu. Beberapa saat aku menikmati keadaan lega dan bahagia tersebut sebelum akhirnya aku membaca lagi. Ya, buku ini tetap harus ada walaupun suspend dalam bukit-bukit konfliknya masih kekurangan tegangan. Selain itu satu lagi kelemahan buku ini (terjemahan Indonesia cetakan ke-4 dari penerbit Gramedia) adalah masih adanya beberapa kata yang miss dalam kegiatan editting sehingga agak mengganggu ketika membaca.



Ya itulah tadi Brisingr, buku ke-3 dari Siklus Warisan. Mengenai ketenaran Eragon dibandingkan Harry Potter (karena ini novel fantasi yang aku rasa penggemarnya melebihi novel fantasi manapun), sangat sulit untuk dibandingkan. JK Rowling memang membuat Harry Potter sebagai cerita dongeng anak-anak sehingga siapapun akan menyukainya. Sedangkan Eragon, aku rasa bukan buku dongeng anak-anak karena banyak ceritanya yang memerlukan konsentrasi tinggi dalam membacanya dan menganalisis kejadiannya.


Berharap setelah ini bisa memiliki dna membaca Inheritance, dan, sangat berharap novel ini difilmkan lagi. Aku tetap menikmatinya. :)

-B-


*) Semua foto berasal dari Google