Senin, 15 April 2013

CoffeLovelatte [mini story]





Perasaan kita butuh waktu untuk saling mengerti. Aku tak ingin tergesa-gesa meninggalkan kita. Aku ingin kita yang dulu. Aku ingin pundakmu.Aku ingin usapan jemarimu membelai kepalaku. Seperti malam itu.
Lalaki, kau tanam seperti benih kopi dalam hati ini. Dalam setiap kata-kata, hangatmu membelai perasaanku. Mengajakku menikmati seduhan yang ku ramu dalam jarak. Aku terlambat menyadari bahwa aku meramu secangkir cinta  yang hangat dan manis untukmu. Seduhan yang harumnya semakin membuatku tak bisa membedakan aroma kopi dan feromon.
"Jangan tergesa-gesa. Nanti keburu menjadi dingin dan manisnya tinggal getir!" Itu nasihat pertamaku pada diriku sendiri.
Aku ingat. Kopi tetap memiliki asal rasanya. Pahit. Meskipun gula-gula mengalir setiap hari dalam surat-surat kita.
Dalam jarak dan waktu aku ingin menatap matamu, menatap dengan sangat dalam dan mencari kejujuran. Mencari kepastian sambil terus menunggu kau mengambil cangkir itu dan menyesap rasanya. 


Rindu ini mendidih karenamu!

Jarak terlalu lama membuatku menunggu tanpa kepastian. Sudah terlalu lelah aku mengaduk hingga benar-benar campur aduk. Aku hanya menunggumu untuk berkata, “berhentilah agar perasaanmu tak ikut teraduk!” sambil kau mengambil racikan yang teraduk waktu ini.
Asal kau tahu, hingga kini masih terselip namamu dalam setiap doaku. Seperti menyeduh dan meniupi original coffe. Rela meski pahit ketika ku sesap. Aku tahu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar