Ada yang tidak tertarik melihat judul diatas? Saya rasa tidak. Dimana ada Cinta, disitu manusia melekat. Siapa makhluk di dunia ini yang tak ingin dicintai? Siapa yang tak ingin mencintai? Tentu dengan harapan cinta itu dibalas. Intinya siapa yang tak ingin saling bercinta? Ah, maksudnya siapa yang tak ingin SALING mencintai. Iya, saling. Karena berbalas itulah yang paling membahagiakan dalam hal cinta.
Lihatlah gambar dibawah ini.
Semakin tertarik? Begitu manis bukan? Jika itu permen, mungkin akan menjadi permen termanis yang saya rasakan. Dari judul saja sudah terbayang betapa ranumnya buku itu. Iya, itu memang bukan judul tulisan saya. Itu adalah Judul sebuah kumpulan cerpen terbaru karya Puthut EA. Judul yang pasti sudah membuat banyak orang bersimpati, apalagi bagi orang-orang yang sudah merasakan bagaimana harus berusaha (berkorban) untuk cintanya.Terimakasih padanya (entah siapa) yang mempertemukan saya dengan buku itu, walaupun belum saya baca. Namun, yang terpenting adalah yang akan saya bahas ini.
Beberapa jam yang lalu saya berada disebuah auditorium kecil yang disulap menjadi ruang pertunjukan yang begitu romantis. Nyala lampu biru, sebuah jalinan dari bambu yang cukup untuk kita berbaring santai seperti di pinggir pantai, dua papan kayu bercat putih yang menggantung dan beberapa makanan dan minuman diatasnya, bangku unik berkaki tiga yang dicat putih, panggung yang berwarna putih. Sungguh seperti melihat minimalist interior design dari sebuah rumah. Dibelakangnya ada plastic fiber yang transparan dan dipotong meniru liuk gelombang siap memantulkan cahaya lampu dari atas. Saya yakin seorang arsitek telah menyulap tempat yang tadinya gelap dan sempit itu menjadi sedemikian rupa romantis dan luasnya. Cahaya dimana-mana. Setting minimalis yang menggugah hati dan fresh.
Saya kira malam ini saya akan melihat sebuah pertunjukan monolog mengingat begitu minimalisnya setting. Ya, sebelum masuk ruangan dan sebelum-sebelumnya saya tidak begitu memperhatikan pertunjukan apa yang akan saya tonton. Pokoknya saya hanya ingin nonton. Ternyata saya salah. Teater Gardanalla malam ini mempertontonkan suguhan yang begitu apik dari gabungan beberapa cerita yang ada dalam kumcer Sebuah Usaha Menulis Surat Cinta. Sejatinya malam itu Puthut EA sedang mengadakan suatu syukuran atas 15 tahun yang ia jalani dalam bidangnya, menulis. Puthut EA memang termasuk dalam penulis yang produktif. Di undangan yang saya pegang saja seolah menjadi katalog buku karyanya. Ada 45 buku.
Kembali pada pementasan, Joned Suryatmoko, sang sutradara menggarap pementasan ini dari potongan-potongan yang menggantung dalam kumcer Sebuah Usaha Menulis Surat Cinta. Dikatakannya,
"Untuk kepentingan pementasan, saya memilih tiga naskah yang bisa dipentaskan dengan syarat: ia sudah punya peristiwa yang tak rumit dipanggungkan dan sudah memiliki dialog. Saya sendiri hanya sekedar menyalin tempel dialog terseebut dan menambah penunjuk pengadeganan."
Bahkan oleh Joned, nama yang dalam cerpen adalah anonim tetap dibuat anonim dengan penggarapan unik, yaitu seperti menyebutkan sebuah nama namun ada bunyi audio sensor dibelakangnya.
Terpilihlah tiga cerita yang digabungkan yaitu Sebuah Usaha Menulis Surat Cinta, Obrolan Sederhana, dan Laki-laki yang Kusentuh Rambutnya. Pada awal cerita dihadirkan Obrolan Sederhana lewat dua tokoh laki-laki yang tak sengaja bertemu disebuah villa karena hujan. Laki-laki A berteduh diberanda villa Laki-laki B, dan kemudian diajaknya untuk singgah sejenak dan meminum kopi hangat. Mereka yang awalnya tak saling kenal tiba-tiba terlibat sebuah percakapan sederhana, dan aneh. Bahkan laki-laki B sampai bercerita pada orang yang baru saja dikenalnya tentang kegundahannya hingga lari menyendiri ke sebuah villa. Ia gundah akan kekasihnya. Ditengah-tengah adegan muncul biduanita yang disini menjadi tokoh, namun lepas dari dua tokoh laki-laki tadi. Biduanita menyanyikan lagu gubahan sendiri dari penggalan cerpen Sebuah Usaha Menulis Surat Cinta sebagai penyambung cerita (bagian dalam cerita) yang diiringi lampu kerlap-kerlip seperti warung dipinggir pantai. Kemudian datang seorang wanita lain yang hanya mengenakan sarung pantai dan atasan putih berlengan pendek membawa sebuah buku. Ia menghampiri ayunan yang menggoda itu. Dibacanya buku yang ia pegang (kumcer Sebuah Usaha Menulis Surat Cinta) dan dibacanya keras-keras pada bagian Laki-laki yang Kusentuh Rambutnya. Disebelahnya hadir Laki-laki B. singkat cerita, dari mereka yang awalnya tak saling kenal, bertemu di penginapan pinggir pantai, akhirnya menjadi (sangat) akrab. Dan tibalah sore itu saat si wanita harus pergi ke stasiun untuk kembali. Laki-laki B mengantarkannya, dan dengan lambaian tangan mereka berpisah. Si wanita membawa kenangan tentang laki-laki itu. Diakhiri dengan lantunan lagu lagi dari biduanita tadi.
Kau pergi, takkan kembali.
Begitulah ceritanya tentang pementasan 'Sebuah Usaha Menulis Surat Cinta' yang dimainkan oleh Febrinawan 'Giant' Prestianto, Ikana Asthi Nawatri, Rendra Bagus Pamungkas, dan Siti Fauziah. Sebuah bentuk pementasan yang baru bagi saya. Selain romantis, kesan klasik juga saya dapatkan meskipun settingan dibuat sedemikian modern. Mungkin karena khas biduanita dengan nyanyian romantis ala-ala jaman dulu. Yang pasti saya begitu menikmati pementasan malam hari tadi, sampai untuk berkedip pun enggan.
Selamat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar