Senin, 30 Juni 2014

Lari

Dari mana aku harus memulainya? Iya, ini masih tentang orang yang sama. Mungkin saja kamu sudah bosan jika akan membaca ini. Lagi-lagi tentang dia. Lagi-lagi tentang menyerah. Lagi-lagi tentang lari. Lagi-lagi tentang keras kepala yang akhirnya menyakiti diri sendiri.

Bukan, aku bukan tipe orang yang akan melukai diriku secara fisik karena hal seperti ini. Aku tidak sebodoh itu. Aku hanya keras kepala, tapi aku tidak bisa mengatasi keras kepalaku itu sendirian. Akhirnya aku memilih lari, lari dengan anggapan bahwa jarak adalah hal yang tepat untuk melupakan. Aku pun tahu aku bukan pelari yang handal, dan akhirnya aku berlari dengan tersengal-sengal. Aku limbung, jatuh terantuk kerikil yang berserakan, bangkit lagi limbung lagi dan, ah, dengan bodohnya aku menjatuhkan diriku berkali-kali. Aku tahu, sejak awal pasti akan seperti ini. Dia sudah mengatakan. Tapi aku yang terlalu percaya diri bisa menanggung jatuh cinta ini sendiri.

Akhirnya aku benar-benar jatuh, dan cinta seperti batu yang menuruni bukit terjal dan karam di sungai dibawahnya. Aku kecewa. Tapi lagi-lagi egoku enggan pernah mengakui jika aku jatuh, jika aku kecewa. Bagiku mengakuinya sama saja menyebutkan kelemahanku. Aku pura-pura tak tahu, aku pura-pura biasa saja. Dan yang selanjutnya aku lakukan adalah seolah-olah aku tak peduli pada hal itu. Aku mengambil jarak. Aku lari. Aku tak peduli, pura-pura tak peduli.

Aku lari. Iya, aku terlalu sering berlari saat aku kecewa. Aku mengambil jarak saat aku marah. Hanya itu yang bisa aku lakukan. Karena mendekati justru memperburuk suasana. Begitu aku belajar tentang kecewa, lari, marah, dan jarak. Begitu pun tentang dia.

Hari ini aku mencoba untuk lari lagi. Mengambil jarak yang semakin jauh darinya. Namun sayangnya saat aku menoleh ke belakang, selalu saja, masih ada doa untuknya. Dan itu membuatku semakin terlihat bodoh di depannya.

Untukmu yang masih aku tuliskan disini. Aku lelah berlari. Aku ingin bisa berdamai denganmu. Tapi kau, aku tahu kau tak akan berpikir sejauh itu kenapa aku mengambil jarak darimu. Dan lagi-lagi hanya aku yang terlalu terlibat dalam cerita ini. Mungkin bagimu aku berkhayal, entah. Hari ini aku mencoba mengambil jarak lagi, tapi bukan dengan berlari. Entah dengan apa, tapi nanti pasti akan aku temui cara itu.

Aku sudah tak ingin terlibat lagi dengan apapun, tentangmu.

Di hari saat usiaku bertambah.
Semoga segalanya membaik.

Rabu, 18 Juni 2014

Rindu [puisi]



Karena kekasih 
Mungkin aku sudah sampai 
Pada titik terhambar 
Dari rasa manis dan pahit yang ada 

Karena kasih 
Mungkin aku sudah sampai 
Pada titik lelah 
Antara mendaki dan melembah 

Karena kekasih 
Mungkin bukan cinta yang salah 
Hanya rindu kadang tak tepat dan manja 
Menghadirkan nyeri dan sendu 
Yang harus ditanggung seorang diri 

Karena kasih 
Keras kepala telah membatu 
Tentang nyeri dan sendu