Tentang Mata
Aku tak sanggup menatap matanya, meski aku sudah mencoba
berkali-kali. Mata itu bukan mata dewa, bukan juga mata malaikat.
Mata itu
milik manusia biasa, tapi memberikan efek yang tak pernah biasa.
Mata itu, mata
yang setajam mata pisau, mata yang keberadaannya mampu menancapkan bilah-bilah
pedih dan dingin. Namun mata itu juga, mata yang seolah selalu meminta sesuatu,
seperti mata kucing yang meminta belaian manja majikannya.
Sekali saja aku
berani menatapnya, berbagai rasa akan menyerang jantungku sehingga ia berdetak tak
beraturan dan seperti ditimpa ribuan jarum. Sebuah kombinasi nyeri yang aneh.
Sakit namun ada sesuatu lain yang tak mampu membendung puncak pipi untuk merona
kemerahan. Dan selalu, aku tak sanggup untuk menanggung rasa nyeri yang aneh
itu.
Matanya, aku tak pernah bisa menatap matanya atau aku akan mati jika
berani menatapnya. Karena nyeri itu bagai meracuni seluruh tubuhku, aku akan
gemetar, dan jantung yang berdetak semakin dan semakin cepat seolah bisa
meledakkannya.
Kamu, wahai pemilik mata itu. Adakah penawar untuk nyeri yang
hebat ini? Tolong berikan. Agar aku hidup normal. Agar aku tak ketakutan
dibawah pandangan matamu. Kamu yang memiliki mata bak mata panah Dananjaya,
berikanlah penawar agar mencintaimu ataupun melepasmu tak akan mendatangkan
kesakitan pada jantung ini.
Kamu wahai pemilik mata yang menandingi tajamnya mata dewa,
aku lelah untuk selalu berjalan menunduk karena tak mampu menanggung pancaran
matamu. Tak mampu tak menanggungnya tanpa harus menggigil hebat dan mati
berhari-hari, karena matamu menyerap segalanya yang dipunyai jantung ini.
Kamu pemilik mata itu. Bisakah kau hentikan arus kenangan
yang mengalir setiap ku menatap matamu? Karenanya bisa menyeretku dan
menenggelamkanku pada lautan keputusasaan karena tak mampu melepaskan setiap
inchi memori tentangmu.
Kamu, aku mohon dengan sangat. Lepaskan aku dari hukuman
karena aku yang telah memilih laku untuk mencintaimu.